http://kristenkrisna.blogspot.com - Nahdlatul Ulama (NU) adalah Organisasi Syi'ah Terbesar di Indonesia
Sudah sangat lama kami dan semua muslim yang berpegang teguh dengan Al-Qur'an dan Al-Hadits mencium bau Syi'ah di NU, namun kami masih belum memiliki bukti yang kuat, Namun pertolongan datang, lahirlah NU Garis Lurus yang secara blak-blakkan membongkar apa NU itu sebenarnya, dan ternyata NU benar benar Organisasi Syi'ah terbesar di Indonesia.Pertama MUI menyatakan, bahwa Prof Qurais Syihab adalah Syi'ah. berikut informasinya:
MUI Pusat Tegaskan Quraish Shihab Sebagai Pendukung Kelompok Sesat Syi’ ah -
Selain mengatakan bahwa Buku Panduan MUI berjudul “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia” tetap harus diterbitkan karena ada amanah fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat tahun 1984, Wakil Ketua Umum MUI Pusat, Dr (HC) KH Ma’ruf Amin juga menegaskan jika Prof Quraish Shihab sebagai pendukung sejati kelompok sesat Syi’ah.
Hal ini sebagaimana disampaikan KH Ma’ruf Amin dalam perbincangan dengan pengurus Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) Makassar, Muh Istiqamah, Senin (10/3/2014) malam lalu, saat berkunjung ke rumah pribadi KH Ma’ruf Amin di Jakarta.
“Quraish Shihab itu jelas sekali mendukung Syi’ah dalam bukunya “Sunni-Syiah Dalam Genggaman Ukhuwah, Mungkinkah?”. Kemudian Tim Penulis Pesantren Sidogiri mematahkan semua argumen Quraish Shihab dalam buku bantahan yang mereka tulis. Namun sayang, buku ini tidak terlalu menyebar,” tegasnya.
Sebelumnya, pengurus LPPI Makassar datang kerumah KH Ma’ruf Amin di Tanjung Priok Jakarta Utara untuk memberikan data “Mapping Kebohongan Publik Jalaludin Rahmat”, Ketua Dewan Pembina organisasi Syi’ah Ikatan Jama’ah Ahlu Bait Indonesia/IJABI yang disertai dengan lampiran data yang lengkap mengenai gelar abal-abal yang dimiliki oleh Jalaluddin Rahmat.
Setelah memberikan data mapping kebohongan publik Jalaluddin Rahmat dan menjelaskan gelar abal-abal yang dimiliki oleh pembesar kelompok sesat Syi’ah di Indonesia itu, pengurus LPPI Makassar dan KH Ma’ruf Amin berbincang mengenai Syi’ah di Indonesia, pergerakannya, solusi fatwanya dari MUI, dan seterusnya.
Sumber: http://www.nugarislurus.com/2015/03/mui-pusat-tegaskan-quraish-shihab-sebagai-pendukung-kelompok-sesat-syi-ah.html
Dilanjutkan KH Said Aqil Siradj yang ternyata jelas-jelas pro Syi'ah, dan juga sudah berkali-kali menghina Sunnah Rasul termasuk mengenai Jenggot. (silahkan cek juga di situs NU Garis Lurus).
Selain Syi'ah NU juga adalah sumber dari Liberal, silahkan anda lihat bagaimana dan apa paham Ulil Abshar Abdalla. dan faktanya Ulil Abshar Abdalla dibela oleh Gus Dur, jadi sangat jelas bahwa NU adalah sumber Syi'ah dan Liberal terbesar di Indonesia.
Tulisan Lama Gus Dur Tentang Liberalisme Ulil Abshar Abdalla
Berikut ini tulisan lama Gus Dur atau Abdurrahman Wahid hasil pemikirannya yang oleh Gusdurian dianggap sebagai wali. Tulisan ini jika dibaca orang waras dan intelek akan paham bahwa Gus Dur secara jujur:
1. Mengaku Memang Berkeinginan Mengganti Assalamu’alaikum atau Salam Kaum Mukminin dengan ucapan ‘Selamat Pagi’ Dan Sejenisnya.
2. Gus Dur tidak mempermasalahkan seorang Ulil Abshar menyebarkan virus liberalisme nya dan menyampaikannya untuk khalayak ramai. Jadi Gus Dur yang dianggap wali ini faktanya pembela liberalisme yang telah difatwa sesat oleh MUI.
Tulisan ini sudah dihapus dari website resmi JIL yang hari ini berubah menjadi ‘Islam Nusantara’ dan bersumber dari perkumpulan Gusdurian The Wahid Institute.
Ulil dengan Liberalismenya
©istimewa
Oleh : Abdurrahman Wahid
Ulil Abshar Abdalla adalah seorang muda Nahdlatul Ulama (NU) yang berasal dari lingkungan “orang santri”. Istrinya pun dari kalangan santri, yaitu putri budayawan Muslim Mustofa Bisri, sehingga kredibilitasnya sebagai seorang santri tidak pernah dipertanyakan orang. Mungkin juga cara hidupnya masih bersifat santri. Tetapi ada hal yang membedakan Ulil dari orangorang pesantren lainnya, yaitu profesinya bukanlah profesi lingkungan pesantren. Rupanya hal itulah yang akhirnya membuat ia dimaki-maki sebagai seorang yang “menghina” Islam, sementara oleh banyak kalangan lain ia dianggap “abangan”. Dan di lingkungan NU, cukup banyak yang mempertanyakan jalan pikirannya yang memang dianggap “aneh” bagi kalangan santri, baik dari pesantren maupun bukan.
Mengapa demikian? Karena ia berani mengemukakan liberalisme Islam, sebuah pandangan yang sama sekali baru dan memiliki sejumlah implikasi sangat jauh. Salah satu implikasinya, adalah anggapan bahwa Ulil akan mempertahankan “kemerdekaan” berpikir seorang santri dengan demikian bebasnya, sehingga meruntuhkan asasasas keyakinannya sendiri akan “kebenaran” Islam. Padahal itu telah menjadi keyakinan yang baku dalam diri setiap orang beragama Islam. Itulah sebabnya, mengapa demikian besar reaksi orang terhadap pemikirannya ini.
Reaksi seperti ini pernah terjadi ketika penulis mengemukakan bahwa ucapan “Assalamu’alaikum” dapat diganti dengan ucapan lain. Mereka menganggap penulislah yang memutuskan hal itu. Segera penulis dimaki-maki oleh mereka yang tidak mengerti maksud penulis sebenarnya. Seperti KH. Syukron Makmun dari jalan Tulodong di Kebayoran Baru (Jakarta Selatan) yang mengemukakan, bahwa penulis ingin merubah cara orang bershalat. Penulis, demikian kata kyai yang dahulu kondang itu, menghendaki orang menutup shalat dengan ucapan “selamat pagi” dan “selamat sore”. Padahal penulis tahu definisi shalat adalah sesuatu yang dimulai dengan “takbiratul al-ihram” dan disudahi dengan ucapan“salam”. Jadi, menurut paham Mazhab al-Syafi’i, penulis tidak akan semaunya sendiri menghilangkan salam sebagai peribadatan, melainkan hanya mengemukakan perubahan salam sebagai ungkapan, baik ketika orang bertemu dengan seorang muslim yang lain maupun dengan non-muslim. Di lingkungan Universitas Al-Azhar di Kairo misalnya, para syaikh/ kyai yang menjadi dosen juga sering merubah “tanda perkenalan“ tersebut, umpamanya saja dengan ungkapan “selamat pagi yang cerah (shabâh al-nûr).” Kurangnya pengetahuan kyai kita itu, mengakibatkan beliau berburuk sangka kepada penulis. Dan tentu reaksi terhadap pandangan Ulil sekarang, adalah akibat dari kekurangan pengetahuan itu.
Tidak heranlah jika reaksi orang menjadi sangat besar terhadap tokoh muda kita ini. Yang terpenting, penulis ingin menekankan dalam tulisan ini, bahwa Ulil Abshar Abdalla adalah seorang santri yang berpendapat, bahwa kemerdekaan berpikir adalah sebuah keniscayaan dalam Islam. Tentu saja ia percaya akan batasbatas kemerdekaan itu, karena bagaimanapun tidak ada yang sempurna kecuali kehadirat Tuhan. Selama ia percaya ayat dalam kitab suci al-Qur’ân: “Segala sesuatu musnah kecuali Dzat Allah (kullu syai’in halikun illa wajhah)” (QS al-Qashash [28]:88), dan yakin akan kebenaran kalimat Tauhid, maka ia adalah seorang Muslim. Orang lain boleh berpendapat apa saja, tetapi tidak dapat mengubah kenyataan ini. Seorang Muslim yang menyatakan bahwa Ulil anti-Muslim, akan terkena sabda Nabi Muhammad Saw: “Barang siapa yang mengkafirkan saudara yang beragama Islam, justru ialah yang kafir (man kaffara akhâhu musliman fahuwa kâfirun).”
Ulil dalam hal ini bertindak seperti Ibnu Rusyd [1] (Averoes) yang membela habishabisan kemerdekaan berpikir dalam Islam. Sebagai akibat Averros juga di “kafir” kan orang, tentu saja oleh mereka yang berpikiran sempit dan takut akan perubahan-perubahan. Dalam hal ini, memang spektrum antara pengikut paham sumber tertulis “ahl al-naql”, dan penganut paham serba akal “ahl al-aqli (kaum rasionalis)” dalam Islam memang sangat lebar. Kedua pendekatan ini pun, sekarang sedang ditantang oleh paham yang menerima “sumber intuisi (ahl al-dzauq),” seperti dikemukakan oleh al-Jabiri. Ketiga sumber ini, diusung oleh al-Imam al-Ghazali [2] dalammagnum opus (karya besar), “Ihyâ’ulûm al-dîn”, yang saat ini masih diajarkan di pondokpondok pesantren dan perguruanperguruan tinggi di seantero dunia Islam.
Jelaslah, dengan demikian “kesalahan” Ulil adalah karena ia bersikap “menentang” anggapan salah yang sudah tertanam kuat di benak kaum muslim. Bahwa kitab suci al-Qur’ân menyatakan “Telah ku sempurnakan bagi kalian agama kalian hari ini (al-yauma akmaltu lakum dînakum)” (QS al-Maidah [5]:3) dan “Masuklah ke dalam Islam/kedamaian secara menyeluruh (ud- khulû fî al-silmi kâffah)” (QS al-Baqarah [2]:208), maka seolah-olah jalan telah tertutup untuk berpikir bebas. Padahal, yang dimaksudkan kedua ayat tersebut adalah terwujudnya prinsip-prinsip kebenaran dalam agama Islam, bukannya perincian tentang kebenaran dalam Islam. Ulil mengetahui hal itu, dan karena pengetahuannya tersebut ia berani menumbuhkan dan mengembangkan liberalisme (keterbukaan) dalam keyakinan agama yang diperlukannya. Dan orangorang lain itu marah kepadanya, karena mereka tidak menguasai penafsiran istilah tersebut. Berpulang kepada kita jualah untuk menilai tindakan Ulil Abshar Abdalla, yang mengembangkan paham liberalisme dalam Islam.
Lalu mengapa ia melakukan hal itu? Apakah ia tidak mengetahui kemungkinan akan timbulnya reaksi seperti itu? Tentu saja ia mengetahui kemungkinan itu, karena sebagai seorang santri Ulil tentu paham “kebebasan” yang dinilai buruk itu. Lalu, mengapa ia tetap melakukan kerja menyebarkan paham tersebut? Tentu karena ia “terganggu” oleh kenyataan akan lebarnya spektrum di atas. Karena ia khawatir pendapat “keras” akan mewarnai jalan pikiran kaum Muslim pada umumnya. Mungkin juga, ia ingin membuat para “Muslim pinggiran” merasa di rumah mereka sendiri (at home) dengan pemahaman mereka. Kedua alasan itu baik sendirisendiri maupun secara bersamaan, mungkin saja menjadi motif yang diambil Ulil Abshar Abdalla tersebut.
Kembali berpulang kepada kita semua, untuk memahami Ulil dari sudut ini atau tidak. Jika dibenarkan, tentu saja kita akan “membiarkan” Ulil mengemukakan gagasan gagasannya di masa depan. Disadari, hanya dengan cara “menemukan” pemikiran seperti itu, barulah Islam dapat berhadapan dengan tantangan sekularisme. Kalau demikian reaksi kita, tentu saja kita masih mengharapkan Ulil mau melahirkan pendapat-pendapat terbuka dalam media khalayak. Bukankah para ulama di masa lampau cukup bijaksana untuk memperkenalkan pebedaan perbedaan pemikiran seperti itu? Adagium seperti “perbedaan pandangan di kalangan para pemimpin adalah rahmat bagi umat (ikhtilâf al-a’immah rahmah al-ummah).”
Jika kita tidak menerima sikap untuk membiarkan Ulil “berpikir” dalam media khalayak, maka kita dihadapkan kepada dua pilihan yaitu “larangan terbatas” untuk berpikir bebas, atau sama sekali menutup diri terhadap kontaminasi (penularan) dari proses modernisasi. Sikap pertama, hanya akan melambatkan pemikiran demi pemikiran dari orang-orang seperti Ulil. Padahal pemikiran pemikiran ini, harus dimengerti oleh mereka yang dianggap sebagai “orang luar”. Pendapat kedua, berarti kita harus menutup diri, yang pada puncaknya dapat berwujud pada radikalisme yang bersandar pada tindak kekerasan. Dari pandangan inilah lahirnya terorisme yang sekarang “menghantui” dunia Islam. Kalau kita tidak ingin menjadi radikal, sudah tentu kita harus dapat mengendalikan kecurigaan kita atas proses modernisasi, yang untuk sebagian berakibat kepada munculnya paham “serba kekerasan”, yang saat ini sedang menghingapi dunia Islam. Pilihan yang kelihatannya mudah tetapi sulit di lakukan, bukan?
Catatan kaki:
[1] Nama lengkapnya adalah Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad, lahir di Cordoba pada 520 H./1126 M. dan wafat di Maghribi pada 1198 M. Di Barat ia dikenal dengan nama Averroes. Dia adalah seorang doktor, ahli hukum, dan tokoh filsafat yang paling populer pada periode perkembang an filsafat Islam (7001200). Di samping sebagai seorang yang paling otoritatif dalam fungsi sebagai komentator atas karya-karya filasuf Yunani Aristoteles, Ibnu Rushd juga seorang filosof Muslim yang paling menonjol dalam usaha mencari persesuaian antara filsafat dan syariat (al-ittishâl bain al-hikmah wa al-syarî`âh). Ibn Rushd menulis banyak buku antara lain Fashl al-Maqâl wa Taqrîr mâ baina al-Syarî’ah wa al-Hikmah min al-Ittishâl, al-Kasyf `an Ma- nahij al-Adillah, Tahafut al-Tahâfut, dan Bidâyat al-Mujtahid.
[2] Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ta’us Ahmad al-Thûsi al-Syâfi’î. Lahir pada 450 H/1058 M di Tabaran, satu dari dua buah kota kecil di Khurasan. Al-Ghazali termasuk ulama yang pemikiran-pemikirannya sangat mewarnai dunia Islam. Beberapa karyanya antara Tahâfut al-Falasifah, Kimiyyat al-Sa’âdah, Misykat al-Anwâr, danIhyâ` Ulûm al-Dîn. Bukubuku tersebut hingga sekarang menjadi bacaan penting dalam kajian Islam.
Dikutip Sepenuhnya dari Abdurrahman Wahid. 2006. Islamku Islam Anda Islam Kita. Jakarta: The Wahid Institute
Jadi Sangat Jelas sesuai tulisan Gus Dur yang TIDAK PERLU DI TAKWIL INI, GUS DUR ADALAH WALI LIBERALISME, PLURALISME DAN SEKULERISME.
Ihdinasshirotholmustaqiim. Wallahu Alam
Sumber: http://www.nugarislurus.com/2015/10/tulisan-lama-gus-dur-tentang-liberalisme-ulil-abshar-abdalla.html
Pihak NU terus terusan membela para Tokoh Syiah dan Tokoh Liberal ini, dan termasuk yang mendukungnya adalah situs muslimoderat.com.
Salah satu tulisannya saat Habib Luthfi dikeritik oleh NU Garis Lurus adalah sebagai berikut:
Jika zaman khalifah terdapat sosok 'Abdur-Rahmân bin Muljam yang dikenal sebagai ahli ibadah, gemar berpuasa saat siang hari dan menjalankan shalat malam. Namun pada akhirnya ia Menikam dan membunuh Sayyidina Ali KW setelah 'Abdur-Rahmân bin Muljam menjadi khawarij dan merasa lebih lurus dari Sayyidina Ali.
Zaman sekarangpun juga ada sekelompok yang mengaku Ahli Sunnah waljamaah yang Lurus Namun menikam(dalam bahasa Majaz) Ulama-ulama Indonesia seperti Gus Dur, Prof Qurais Syihab, KH Said Aqil Siradj juga Ulama-ulama yang lain.
Yang lebih parah lagi kelompok tersebut beberapa jam yang lalu menukil Status FB seorang Ustadz telah menikam Mursyid Thariqah Mu'tabarah Sedunia Maulana Habib Lutfi bin Yahya, Astaghfirullah, Astaghfirullah, Na'udzubillah, Na'udzubillah ...
Sumber: http://www.muslimoderat.com/2015/10/astaghfirullah-nu-garis-lurus-dan-idrus.html#ixzz3pmBRgywc
Muslimoderat sangat jelas membela tokoh tokoh syi'ah dan liberal, dan ini adalah sebagai tambahan bukti bahwa NU adalah Organisasi Syi'ah dan Liberal terbesar di Indonesia.
Tidak ada komentar
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.